Industri Manufaktur Kian Memprihatinkan, HIMKI Suarakan Kekhawatiran
JEPARA — Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan terkait kondisi industri manufaktur yang semakin memprihatinkan. HIMKI khawatir akan situasi yang tengah melanda sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang kini berada di ambang kebangkrutan yang buntutnya menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Antonius Suhandoyo, Wakil Ketua Bidang Produksi dan SDM DPP HIMKI menyoroti fenomena membanjirnya produk impor TPT di pasar Tanah Abang Jakarta sebagai salah satu contoh nyata yang memperburuk kondisi industri domestik. “Kondisi ini sangat memprihatinkan. Produk impor yang membanjiri pasar dalam negeri telah menekan industri lokal, membuatnya sulit bersaing,” kata Antonius Rabu (3/7).
Ia juga menekankan bahwa situasi yang terjadi di sektor TPT bisa menjadi cerminan ancaman serupa bagi industri mebel dan kerajinan. Industri mebel dan kerajinan kata Antonius dalah industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Jika tidak segera diambil langkah preventif, kondisi serupa bisa terjadi dan akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang massif.
Antonius menegaskan bahwa industri mebel dan kerajinan tidak hanya berfungsi sebagai sektor ekonomi, tetapi juga sebagai alat jaring pengaman sosial yang penting. “Kita harus bersama-sama mencari solusi untuk menyelamatkan industri ini. Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat harus bersinergi untuk mendukung produk lokal dan menciptakan iklim usaha yang kondusif,” tegasnya.
Pernyataan Antonius ini secara tidak langsung telah menambah daftar panjang kekhawatiran terhadap masa depan industri manufaktur Indonesia. Diharapkan ada langkah konkret dari semua pihak terkait bagaimanan mengatasi masalah ini demi keberlanjutan industri dan kesejahteraan para pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini.
Apabila situasi ini dibiarkan terus berlarut, tidak mustahil apa yang dialami industri TPT nasional saat ini bisa merembet ke industri padat karya lainnya, termasuk industri mebel dan kerajinan. Sebab ‘critical point’ dari jenis industri ini hampir mirip, terutama dalam hal pasar yang rentan terhadap gangguan geopolitik dan perubahan kebijakan dari negara tujuan ekspor yang condong sangat protektif.
Mengenai pasar domestik, industri mebel dan kerajinan juga tidak luput dari serangan produk impor. HIMKI mencatat dalam tiga tahun terakhir, impor produk mebel dan kerajinan tercatat mencapai USD 1 miliar atau setara dengan Rp16 triliun. Nilai sebesar ini seharusnya menjadi peluang yang sangat potensial bagi industri dalam negeri.
Dengan adanya peristiwa ini, pemerintah perlu lebih waspada dalam mengeluarkan kebijakan, terutama kebijakan impor, sehingga tidak berdampak kepada industri nasional yang secara teknis mampu memproduksi.
Menurunnya permintaan global bukanlah satu-satunya penyebab ‘anjloknya’ kinerja industri TPT, akan tetapi ada faktor lain yang menjadikan industri ini semakin terpuruk, diantaranya masih tergantungnya industri ini pada bahan baku impor, pelemahan rupiah, serta regulasi buka tutup barang jadi yang paling signifikan dampaknya ke sektor industri TPT.
Banjirnya produk impor di pasar domestik saja sudah menjadi faktor yang menjadikan industri TPT semakin terpuruk. Apalagi masih adanya sejumlah regulasi yang kontra-produktif yang sangat berkontribusi terhadap situasi yang tidak menguntungkan. Untuk itu, Antonius berharap agar pemerintah segera memproteksi industri dalam negeri dengan segera mengeluarkan kebijakan pengetatan impor, khususnya yang berasal dari Tiongkok.
HIMKI melihat bahwa pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengeluarkan program-program yang mendorong industri untuk tumbuh dan berkembang. Namun, di pihak lain, ada yang mengeluarkan kebijakan yang justru menekan industri, artinya ada dua kebijakan yang saling bertentangan, dan ini perlu segera diselesaikan. Interdepnya harus lebih tegas dan clear.
Sejauh ini Kemenperin tergolong care dan perhatian pada sektor yang dibinanya, hanya saja anggaran perindustrian jauh dari memadai. Meteri Agus Gumiwang Kartasasmita sendiri sebetulnya tergolong smart dan memiliki pemikiran terbuka serta akomodatif. Tapi di pihak lain ada yang mengeluarkan kebijakan yang justru menekan industri, Artinya ada dua kebijakan yang saling bertentangan, dan ini perlu segera diselesaikan. //**
MAGHFUR-Bisnistoday
Comments